Alkisah sebuah ceritera tentang hidupnya yang bergelar ayah. Menanggung beban dan derita tanpa pernah mengeluh walau sesaat. Dialah ayah, dialah wira dan jika boleh dikatakan dialah juga idola. Ayah yang menjadi penaung pada keluarganya yang menumpang kasih. Ayah yang menjadi tulang belakang buat isteri yang telah banyak menderita. Kasihnya ayah tiada tepiannya.
Ayah tidak pernah mengharap suatu pun balasan. Biar keringat membasahi janggut dan ubannya namun lelahnya sering disembunyikan. Bahkan tawa juga yang menggegar seisi rumah. Ayah bisa menghantarkan secebis kebahagiaan dan ketenangan biarpun disaat semuanya berantakan, di saat semua masih lagi kecil untuk membezakan itu dan ini. Cerianya seorang ayah, gembiranya seorang ayah hingga rumah itu seakan tiada masalah olehnya, rumah itu menjadi satu tempat yang paling bahagia dalam hidup seisi rumahnya.
Keluarganya keluarga besar. Adakala baik, dan adakalanya dilanda ribut taufan jua. Namun, ayah tetap sabar, hati ayah sungguh tabah dan teguh. Kisah ayah boleh menjadi satu novel, boleh juga dibuat skrip filem,namun kasih ayah tiada galang gantinya. Sebuah rumah atas nama kasih sayang telah ayah dirikan. Sebuah rumah atas nama perlindungan telah ayah ukir dengan tangan ayah sendiri.
Sewaktu anaknya masih bersekolah, ayah semakin kuat mencari rezeki. Ayah sering membangkitkan semangat agar kuat belajar . Ayah juga memahami kerenah anaknya yang masih belum matang dan mampu menanggapi hidup. Sungguh pengalaman ayah luas menjadikan akalnya cepat menanggapi sesuatu masalah yang mendatang. Hingga segala yang berat bagi orang lain, terasa ringan dibahu ayah. Kini anak itu bakal bergelar seseorang dengan jasa ayah yang tak terbalas.
Kini, Kisah ayah telah terhenti. Namun, seorang ayah itu ada pewarisnya. Lihat saja telatah dan sikap anaknya yang mirip ayah sekalipun masih kecil. Begitupun, ayah sempat meninggalkan pesan, agar diri menjadi berguna, agar pandai menjaga diri. Agar diri bisa berbakti.
“ Jaga adik-adikmu”. Itulah pesan ayah, kata-kata keramat dan azimat yang masih terngiang di telinga. Tiada lagi kata-kata selain itu. Itulah wasiat yang ayah tinggalkan.
Masih terbayang diruang mata senyum tawa ayah. Masih lagi teringat apa yang ayah selalu bawa untuk keluarganya. Namun, kasih ayah tidak pernah terhenti. Biarpun ayah pernah menuliskan ini, “ Bagai embun dihujung rumput, terbit mentari hilanglah ia”, namun ayah takkan pernah hilang dari jiwa anaknya. Kasih ayah takkan pernah terhenti biarpun kisah ayah telah lama berhenti.
~Pesanan ayah sentiasa diruang fikiran-always in heart-~
0 komentar:
Catat Ulasan